Apa yang Kau Cari, Febri?

BAGI saya, sosok yang satu ini layak dianggap sebagai juru bicara institusi negara terbaik. Pembawaannya kalem, kata-katanya runut gampang dimengerti, setiap jawaban yang disampaikan jelas dan lugas.
 
Setiap jumpa pers atau ketika ditanya pers, dia selalu menjawab nyaris tanpa ekspresi. Sepelik apa pun permasalahan yang mengemuka, wajahnya datar-datar saja. Namun, semua itu tak lantas mengurangi kepiwaiannya dalam menjelaskan permasalahan.
 
Dia adalah Febri Diansyah, Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2016-2020. Kehebatannya sebagai jubir bolehlah kita sandingkan dengan Boy Rafli Amar, eks Kadiv Humas Polri yang kini menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme berpangkat komisaris jenderal. Keduanya sama-sama kalem, tapi mumpuni sebagai corong institusi.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Febri juga disebut-sebut berintegritas. Dia lama berkiprah di Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelum bergabung ke KPK. Ketika merasa tak cocok lagi dengan KPK setelah disahkannya revisi UU KPK yang dinilai melemahkan KPK, dia memutuskan mundur dari KPK. Setelah menjadi orang luar, dia rajin melontarkan kritik pedas kepada KPK.
Ada lagi sosok yang juga pernah memperkuat KPK meski tak sepopuler Febri. Dia ialah Rasamala Aritonang. Sarjana hukum dari Universitas Udayana itu bergabung dengan KPK pada 2008 hingga terakhir menjabat sebagai kabag perancangan peraturan dan produk hukum. Rasamala merupakan 1 dari 57 pegawai yang didepak dari KPK pada 30 September 2021 karena tak lolos tes wawasan kebangsaan.
 
Sebagai eks punggawa KPK, Febri dan Rasamala dianggap punya kredibilitas. Maka itu, ketika keduanya bersedia menjadi pengacara Putri Candrawathi dan Ferdi Sambo, tanggapan negatif membanjiri. Kritikan tajam datang tak cuma dari publik kebanyakan, tapi juga dari kawan sendiri.
 
Novel Baswedan kecewa berat. Dia mengatakan ada baiknya Febri dan Rasamala mundur dari tim kuasa hukum Putri dan Sambo. Eks Ketua Wadah Pegawai KPK Yudi Purnomo seperasaan. Dia juga tak senang. Dia mengingatkan bahwa dua temannya itu selama ini mendapat kepercayaan tinggi dari publik dan semestinya mendengarkan suara publik. Kebanyakan publik bersuara negatif atas langkah Febri dan Rasamala.
 
Kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang diduga dilakukan Sambo, Putri, dan tiga tersangka lainnya ialah kasus yang mengaduk kemanusiaan. Kasus itu mendapatkan atensi luar biasa dari seluruh kalangan. Harus kita katakan, hampir semua berseberangan dengan Sambo dan kelompoknya.
 
Publik menganggap Sambo keterlaluan. Banyak yang menilai bekas Kadiv Propam Polri itu kejam bin sadis membunuh Brigadir J yang tak lain anak buahnya sendiri. Tidak sedikit yang berpendapat bahwa Sambo harus dihukum maksimal, tak boleh diberi ampun, bahkan tak pantas dibela.
 
Ada postulat, setiap hukum yang dipakai menindas, pengacara seharusnya hadir mewakili pihak yang tertindas. Sambo yang merupakan penegak hukum telah semena-mena kepada Yosua. Sebesar apa pun kesalahan yang mungkin dilakukan Yosua, tidak ada alasan untuk membunuhnya, menghabisi nyawanya. Yosua ialah pihak tertindas. Yosua merupakan korban yang semestinya dibela para lawyer yang berintegritas.
 
Setelah meninggalkan KPK, Febri dan Rasamala menjadi pengacara. Tidak ada yang salah dengan jalan hidup itu. Profesi yang ditekuni sah-sah saja. Saya bahkan salut ketika Febri berjanji tidak pernah membela tersangka korupsi. Rupanya darah antikorupsi dalam dirinya masih mendidih. Pertanyaannya, kenapa mau membela Sambo?

 
Kata pengacara flamboyan Hotman Paris Hutapea, kasus Sambo merupakan dream case, kasus besar yang akan mendongkrak popularitas pengacaranya. Ia akan menyedot perhatian dalam waktu lama seperti halnya perkara pembunuhan oleh OJ Simpson di Amerika. Siapa yang menjadi pengacara Sambo dijamin populer. Itukah yang diinginkan Febri dan Rasamala?
 
Masih kata Hotman, bayaran untuk menjadi pengacara Sambo sangat menggiurkan. Tawaran itulah yang pernah datang kepadanya. Namun, dia menolak karena beberapa alasan setelah katanya tidak tidur tiga hari tiga malam untuk membuat keputusan. Bayaran itukah yang membuat Febri dan Rasamala tergiur?
 
Febri mengaku keputusannya mendampingi Putri di persidangan merupakan pilihan profesional sebagai seorang advokat. Dia menekankan adanya hak-hak tersangka yang dijamin undang-undang. Dia juga berjanji akan fokus menelusuri fakta dan bersikap objektif. Alasan Rasamala senada seirama.
 
Entahlah, hanya Tuhan, Febri, dan Rasamala yang tahu pasti alasan mengiyakan keinginan Sambo. Kita tidak bisa mendalami apakah seseorang bertindak atas dasar hati atau karena pertimbangan lain. Kita tidak dapat memastikan apa yang sebenarnya dicari Febri dan Rasamala.
 
Sebagai advokat, biarkan keduanya jujur atau berbohong pada diri sendiri. Namun, kata-kata Otto Weiss kiranya patut dijadikan bahan renungan. Dia bilang, “Zu den gewandtesten advokaten dieser welt gehort-das gewissen.” Salah satu pengacara paling sukses di dunia ialah hati nurani.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *