SOERATKABAR.COM, Jakarta – Terry Putri sempat berbagi cerita menghadapi culture shock ketika dirinya memilih ikut dengan suami tinggal di Amerika Serikat. Biasa menjadi mayoritas, kini dirinya menjadi minoritas di negara orang.
“Kita terbiasa Indonesia nyaman banget semuanya. Kehidupan kita apa lagi di dunia seperti ini gitu. Aku begitu di sana, kayak ngebalik tangan semuanya berubah, tapi konsekuensi kan? Konsekuensi pilihan,” buka Terry Putri di studio Rumpi: No Secret, kemarin.
Terbiasa syuting setiap hari, kini tinggal di Amerika Serikat Terry Putri belum memiliki pekerjaan. Ada banyak perbedaan yang dirasakan saat tinggal di Amerika Serikat dengan segala kebiasaan baru.
“Tadinya di sini (Indonesia) syuting setiap hari, di sana nggak ada kerjaan sama sekali. Masa nggak kerja? Terus di sini (Indonesia) serba mbak, di sana semua harus sendiri, harus usaha, harus kerja, nggak bisa hidup di sana nggak kerja,” curhat Terry Putri.
Terry Putri sangat merasakan bagaimana berjuang untuk bisa beradaptasi tinggal di lingkungan barunya itu. Hal yang paling mencuri perhatiannya adalah ketika harus beradaptasi mendengar cara bicara warga lokal yang dia nilai sangat keras seperti sedang marah-marah.
“Sudah gitu kan suka kaget-kaget, di sini kan manis-manis orang-orang, orang Indonesia kan baik gitu ya kalau ngomong. Pertama ke sana, kenapa sih kalau ngomong mesti teriak-teriak, selalu diselipin ada kata f-nya ada s-nya di semua kalimat. Nih orang kenapa sih marah-marah? Ya mungkin itu culture shock ya. Kita nggak biasa, apalagi kita di sini segala macam dilalui,” tuturnya.
Awal-awal tinggal di Amerika Serikat bersama suami, Terry Putri mengaku kerap menangis. Sang suami dikatakan Terry Putri mengetahui hal tersebut.
“Nangis, tanya laki gue. Gue suka nangis di kamar mandi, suka nangis di dapur, suka nangis,” aku sang presenter.
“Takut sama orang-orang. Kita kan berkerudung, minoritas, biasa jadi mayoritas jadi minoritas. Aduh banyak, sangat berjuang,” tukas Terry Putri tersenyum. (dtk)