Ampun Deh.. Rupiah Awal Pekan Lagi-lagi Dempes ke Rp15.263/USD

Jakarta: Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan awal pekan ini kembali mengalami pelemahan.
 
Mengutip data Bloomberg, Senin, 3 Oktober 2022, nilai tukar rupiah terhadap USD berada di level Rp15.263 per USD. Mata uang Garuda tersebut turun 36 poin atau setara 0,24 persen dari posisi Rp15.227 per USD pada penutupan perdagangan sebelumnya.
 
Adapun rentang gerak rupiah berada di kisaran Rp15.243 per USD hingga Rp15.263 per USD. Sementara year to date (ytd) return terpantau sebesar 7,01 persen.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Data Yahoo Finance juga menunjukkan rupiah ‘dempes’ di hadapan mata uang Negeri Paman Sam. Rupiah bertengger di posisi Rp15.260 per USD, turun sebanyak 35 poin atau 0,22 persen dari Rp15.225 per USD.
 
Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi rupiah pada perdagangan hari ini akan bergerak secara fluktuatif. Namun mata uang Garuda pada penutupan perdagangan hari ini diperkirakan masih melemah.
 
“Untuk perdagangan hari ini, mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp15.210 per USD hingga Rp15.270 per USD,” jelasnya.
 

 
Pelemahan ini didorong oleh sentimen intervensi Bank of England dan ekspektasi pengetatan agresif oleh Bank Sentral Eropa serta Bank Sentral Amerika. Peristiwa di Inggris menandai pertama kalinya lingkungan makro stagflasi dan berisiko berkembang menjadi krisis keuangan.
 
“Untungnya Bank of England melakukan intervensi agresif di pasar Gilt dan kondisi pasar untuk sementara stabil. Namun, tidak akan ada ruang untuk berpuas diri musim gugur ini karena volatilitas kembali ke tertinggi 2020,” paparnya.
 
Di sisi lain, para menteri energi Uni Eropa akan bertemu untuk membahas opsi mereka dalam menghukum Rusia lebih lanjut, dengan Presiden Vladimir Putin akan mengumumkan pencaplokan empat wilayah lain di Ukraina di kemudian hari.
 
Sementara itu, dolar AS telah diminati akhir-akhir ini, naik ke level tertinggi 20 tahun. Ini karena pembuat kebijakan Fed menunjukkan kenaikan suku bunga lebih lanjut untuk mengekang inflasi pada level tertinggi dalam sejarah.
 
“Namun, ada sedikit celah dalam tekad itu ketika Presiden Fed San Francisco Mary Daly mengulangi kekhawatiran yang dia sampaikan awal pekan ini tentang pengetatan kebijakan yang terlalu banyak dan implikasinya terhadap ekonomi AS,” pungkas Ibrahim.
 

(HUS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *