Cuan ala Paula-Baim – Medcom.id

PEPATAH Jawa ngono yo ngono ning ojo ngono (begitu ya begitu tapi jangan begitu) memiliki makna yang sangat dalam pada konteks kehadiran manusia sebagai mahluk sosial atau zoon politicon menurut Aristoteles.
 
Manusia bisa berlaku apa saja sebagai makhluk bebas (personal rights). Akan tetapi, kebebasan seseorang juga dibatasi oleh kebebasan orang lain. Jika kebebasan bertemu dengan kebebasan, yang terjadi ialah benturan sosial. Dalam kehidupan bermasyarakat terdapat keteraturan yang harus kita jaga, yang bersumber dari hukum positif, etika, dan norma sosial. Di situlah ada yang namanya hak dan kewajiban. Kita bisa bebas menjalani kehidupan, tetapi di saat yang bersamaan ada kewajiban yang harus kita jaga, yakni kepatuhan terhadap hukum (legal obedience), etika, dan norma yang berkembang di masyarakat.
 
Artinya, kehidupan manusia tidak bisa suka-suka, sebodo amat, tanpa menghiraukan sekelilingnya, karena pada dasarnya kita hidup bukan di ruang hampa yang tak ada kehidupan lainnya.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


 
Dalam negara demokrasi seperti Indonesia, kebebasan individu dijamin, seperti hak berekspresi (the right to freedom of expression) dan berpendapat (the right to freedom of opinion). Kedua hak tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28, Pasal 28E ayat (2), Pasal 28E ayat (3), dan Pasal 28F.
Pasal 28F menyebutkan ‘Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia’.
 
Menyadari hak dan kewajiban akan berbuah tanggung jawab. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian tanggung jawab adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya (kalau terjadi apa-apa boleh dituntut, dipersalahkan, diperkarakan, dan sebagainya).
 
Sebagai mahluk sosial, tanggung jawab bagian dari sebuah konsekuensi atas apa yang telah dilakukan. Tanggung jawab merupakan wujud kesadaran manusia sebagai anggota masyarakat dalam setiap perbuatan yang dilakukan. Terlebih perbuatan yang berdampak sosial besar kepada masyarakat.
 
Kesadaran inilah yang menjaga kita untuk tidak berlaku semau gue di masyarakat. Begitu pun kesadaran sebagai pesohor (figur publik) mutlak diperlukan karena memiliki magnet yang akan diikuti oleh penggemarnya.
 
Terkait hal itu, Youtuber sekaligus pasangan suami istri Baim Wong dan Paula Verhoeven membuat geger dengan aksi prank berpura-pura membuat laporan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Video prank KDRT itu tayang di kanal Youtube Baim Paula pada Minggu (2/10) siang, tapi kini telah dihapus.
 
Dalam video itu, Paula berpura-pura membuat laporan kasus KDRT ke Kantor Polsek Kebayoran Lama. Adapun Baim duduk di dalam mobil sambil tertawa-tawa saat memantau aktivitas Paula yang terekam kamera.
 
Kontan saja aksi lelucon keduanya menimbulkan reaksi negatif masyarakat, termasuk Komnas Perempuan. Kecaman publik menjadi trending di media sosial. Publik menilai apa yang dilakukan pasangan selebritas itu tidak patut, tidak memiliki empati terhadap korban KDRT, yang salah satunya ialah penyanyi dangdut yang tengah naik daun, Lesti Kejora. Lesti diduga dianiaya suaminya, Rizky Billar. Kini Rizky harus berurusan dengan hukum karena dilaporkan ke Polres Jakarta Selatan.
 
Baim Wong dan Paula Verhoeven adalah Youtuber papan atas. Mengutip Socialblade, akun Youtube Baim Paula saat ini memiliki sekitar 20,7 juta subscribers, yang menjadikannya akun Youtube dengan pengikut terbanyak ke-7 di Indonesia. Baim Wong disebut punya penghasilan per bulan dari Youtube di kisaran US$12,2 ribu-US$195,3 ribu atau sekitar Rp182,9 juta-Rp2,9 miliar.
 
Baim Wong dan Paula Verhoeven bakal mengisi hari-hari getir. Pasalnya, aksi keduanya dengan membuat prank laporan kasus KDRT ke Polsek Kebayoran Lama akan diproses hukum.
 
“Iya (dipanggil). Itu mengarah pidana itu karena dia sudah membuat pemalsuan laporan. Pasal 220,” kata Kepala Subbagian Hubungan Masyarakat Polres Metro Jakarta Selatan Ajun Komisaris Nurma Dewi, Senin (3/10).
 
Adapun Pasal 220 KUHP berbunyi, ‘Barangsiapa yang memberitahukan atau mengadukan bahwa ada terjadi sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, sedangkan ia tahu bahwa perbuatan itu sebenarnya tidak ada, dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan’.
 
Bukan kali ini saja Baim dan Paula membuat konten yang menyinggung perasaan publik. Sejumlah aksi mereka juga memicu kegeraman masyarakat, seperti mengakuisisi tren Citayam Fashion Week yang berada di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat. Bahkan, Baim dikabarkan sempat menjanjikan ikon CFW, Bonge, uang ratusan juta rupiah.
 
Ungkapan leluhur ngono yo ngono ning ojo ngoyo patut direnungkan dan diamalkan dalam perilaku kehidupan. Hidup tak sekadar memburu cuan.
 
Di situ ada tanggung jawab sosial untuk membangun kehidupan yang bermartabat, saling menghormati, menghargai, dan menyayangi antarsesama. Tabik!
 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *