Hasil Investigasi Media The Washington Post Sebut Polisi Indonesia Lontarkan 40 Amunisi Picu Kengerian Kanjuruhan

SuaraCianjur.id- Tragedi Kanjuruhan Malang menjadi sorotan dunia karena tewasnya 131 orang. Insiden ini menjadi catatan kelam bagi Indonesia khususnya dunia sepakbola.

Insiden maut ini menjadi hal paling mematikan kedua dalam sejarah kelam sepakbola. Hal ini lantas mendorong investigasi dari media internasional.

Bahkan media asal Amerika Serikat, The Washington Post, telah mengungkap hasil dari investigasi soal insiden maut di Stadion Kanjuruhan, Malang usai pertandingan Arema FC vs Persebaya.

Soal ini dirilis dalam headline “How Police Action In Indonesia Led to a Deadly Crush in The Soccer Stadium” (Bagaimana Tindakan Polisi di Indonesia Sebabkan Peristiwa Mematikan di Stadion Sepakbola) pada hari Kamis (6/10/2022).

Baca Juga:Akhirnya King Nassar dan Dewi Perssik Buka Suara Tentang Tangisan Lesti Kejora

Seperti yang dilansir dari Suara.com, dalam investigasi disebutkan rentetan besar soal amunisi gas air mata, yang ditembakan ke para suporter oleh Polisi Indonesia, diduga sebagai pemicu insiden fatal hingga menewaskan ratusna orang.

Setidaknya ada 40 amunisi yang dilontarkan ke arah kerumunan, dalam rentan waktu 10 menit. Tentu hal itu membuat para penonton yang ada di Stadion Kanjuruhan, berhamburan menuju pintu keluar.

Disebutkan juga oleh media internasional itu, kalau Polisi Indonesia diduga melanggar protokol nasional, dan pedoman keamanan internasional dalam pertandingan sepak bola.

The Washington Post mengungkap, 40 amunisi dari kepolisian itu meliputi gas air mata, flashbang dan flare.

Akibatnya banyak suporter terinjak-injak, sampai mati atau tertimpa tembok dan gerbang logam, karena beberapa pintu keluar dalam kondisi tertutup menurut penyelidikan.

Baca Juga:Mumpung Malam Jumat, Cara Rahasia dari Dokter Boyke Biar Istri Orgasme saat Berhubungan Intim

Hal tersebut ditinjau berdasarkan pemeriksaan lebih dari 100 video dan foto, termasuk dengan wawancara, berikut 11 saksi dan analisis pakar pengendalian massa dan pembela hak sipil.

Kemudian The Washington Post juga turut mengungkap, tentang bagaimana penggunaan gas air mata dalam menangani ratusan penggemar yang masuk ke area lapangan menyebabkan kerugian besar.

Kemudian, gelombang yang mengerikan terjadi di ujung selatan Stadion Kanjuruhan. Para korban yang selamat mengatakan sebagian besar kematian terjadi dan ada beberapa pintu yang terkunci. Ini didapatkan dari saksi mata. Situasi tersebut semakin memicu kepanikan.

Tembakan gas air mata ke arah tribun penonton di Kanjuruhan Malang [Foto Istimewa / Media Sosial  Twitter]
Tembakan gas air mata ke arah tribun penonton di Kanjuruhan Malang (sumber: Foto Istimewa / Media Sosial Twitter)

Presiden Jokowi juga sudah memberikan perintah peninjauan keamanan dari stadion di negara itu.

Hingga Kamis, para pejabat mengatakan sebanyak 131 orang meninggal dunia, termasuk 40 anak-anak. Sementara menurut kelompok Hak Asasi Manusia dan Amnesty International Indonesia menyebutkan, jumlah korban yang terjadi di Malang bisa capai 200 orang.

Pemerintah Indonesia sudah menyerukan soal penyelidikan terhadap insiden tersebut. Insiden tersebut merupakan salah satu bencana kerumunan paling mematikan, yang pernah tercatat.

Media itu juga menuslikan tentang pejabat kepolisian setempat mengatakan, kalau penggunaan gas air mata dibenarkan akibat adanya anarki. Namun para ahli pengendalian massa meninjau video rekonstruksi yang disediakan oleh The Post tak setuju.

Tanggapan polisi tersebut melanggar protokol Persatuan Sepak Bola Indonesia (FA), yang menyatakan kalau semua pertandingan sepakbola harus mematuhi ketentuan keamanan, yang ditetapkan FIFA, sebagai badan pengatur sepak bola dunia.

Secara tegas FIFA melarang gas air mata sebagai pengendali massa, digunakan dalam stadion. Tak hanya itu, FIFA juga memberikan amanat soal gerbang keluar dan pintu keluar darurat, suapay tidak terhalang setiap saat.

Situasi di Stadion Kanjuruhan Malang usai Pertandingan Arema FC vs Persebaya [Foto Istimewa / Suara.com / ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto]
Situasi di Stadion Kanjuruhan Malang usai Pertandingan Arema FC vs Persebaya (sumber: Foto Istimewa / Suara.com / ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto)

Video yang disediakan secara eksklusif menunjukkan bahwa, kepolisian usai pertandingan berakhair menembakkan 40 amunisi tidak mematikan, ke penggemar di lapangan atau di bagian tribun.

Sebagian besar gas air mata melayang menuju bagian tempat duduk, atau “tribun” nomor 11, 12 dan 13.

Kepolisian yang berdiri di depan seksi 13 bahkan menembakkan gas air mata ke lapangan dan naik ke tribun. Mendorong ribuan penonton supaya mengungsi dari tempat duduk mereka. Hal itu berdasarkan dari video yang telah beredar.

Menurut saksi mata, pemicu yang menjadi kemacetan suporter Arema di pintu keluar, yang hanya cukup lebar untuk dilewati satu atau dua secara sekaligus.

Usai insiden itu, sembilan petugas dan Kapolres Malang diberhentikan dari jabatannya, karena dianggap peran mereka dalam bencana tersebut. Sementara 18 orang lainnya sedang dilakukan pemeriksaan.

Kemudian seorang Profesor dari Universitas Keele di Inggris bernama Clifford Stott, turut mempelajari video soal situasi yang terjadi di Stadion Kanjuruhan.

Dirinya menuturkan, kalau apa yang terjadi di Stadion Kanjuruhan, adalah akibat langsung dari tindakan kepolisian yang dikombinasikan dengan manajemen stadion yang buruk.

Bersama pakar, pengandalian massa lainnya termasuk empat pembela hak-hak sipil dikatakan kalau penggunaan gas air mata oleh polisi tidak profesional.

“Menembakkan gas air mata ke tribun penonton saat gerbang terkunci kemungkinan besar tidak akan menghasilkan apa-apa selain korban jiwa dalam jumlah besar. Dan itulah yang terjadi,” kata Stott.

Sumber: Suara.com 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *