Segera Skrining Penyakit Jantung Bawaan Lebih Awal

dr. Oktavia Lilyasari, SpJP(K), FIHA, dokter spesialis jantung dan pembuluh darah menjelaskan, beberapa metode skrining untuk mendeteksi lebih awal penyakit jantung bawaan (PJB) antara lain skrining premarital dan konseling genetik.

Oktavia yang tergabung dalam Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) mengatakan pemeriksaan ini mencakup pencegahan beberapa kondisi faktor risiko sekaligus melibatkan promosi kesehatan baik untuk calon ibu maupun pasangannya.

“Misalnya diabetes. Kita bisa memberikan konseling bahwa ada kemungkinan bayi lahir dengan PJB atau bagaimana caranya kita mengontrol gula darah supaya kehamilan berlangsung lebih baik,” ujar Ketua Panitia 31st ASMIHA itu dalam acara daring, Kamis.

Selanjutnya skrining prenatal atau saat bayi masih di dalam perut ibunya. Tetapi, pemeriksaan ini hanya dapat mendeteksi 23 persen kemungkinan PJB.

Baca Juga:Batasi Asupan Gula Untuk Hindari Penderita Diabetes

“Mungkin saja ada beberapa PJB yang agak susah kita deteksi saat bayi masih di dalam perut ibu. Biasanya kami kerjakan dengan USG, kita lihat apakah ada malformasi dari jantung janin,” kata Oktavia.

Skrining prenatal dilakukan pada periode 18-26 minggu masa kehamilan, sekitar trimester pertama tetapi dokter tetap harus melakukan evaluasi ulang pada trimester kedua.

Pada bayi yang baru lahir, dokter biasanya melakukan skrining menggunakan pulse oxymetri untuk mengukur saturasi oksigen bayi. Skrining ini dinilai cukup baik karena mempunyai sensitivitas sekitar 78 persen dan spesifisitas sekitar 99,7 persen.

“Biasanya kami kerjakan pada bayi-bayi minimal 24 jam setelah lahir atau sebelum pulang,” tutur Oktavia.

Penyakit jantung bawaan merupakan suatu kelainan struktur jantung yang ditemukan sejak lahir, biasanya akibat adanya gangguan atau kegagalan pada struktur jantung pada fase awal perkembangan janin.

Baca Juga:Ajarkan Anak Etika Batuk dan Bersin Sejak Dini di Musim Pancaroba

“Biasanya proses perkembangan organ janin itu terjadi pada trimester pertama, sehingga itu fase-fase rawan,” demikian kata Oktavia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *