Gamelan Sekati, Benda Pusaka Keraton Yogyakarta yang Dimainkan saat Perayaan Sekaten

Indotnesia – Pada Jumat (7/10/2022) malam, Keraton Yogyakarta punya hajat yang penuh tradisi dan sejarah yakni Kondur Gangsa Sekati atau pengembalian Gamelan Sekati.

Gamelan tersebut dikembalikan ke Keraton setelah selama seminggu berada di Pagongan Masjid Gedhe untuk ditabuh selama satu minggu hingga malam 12 Mulud atau Maulid Nabi Muhammad SAW.

Sebelum memasuki prosesi Kondur Gangsa, Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Raja Kasultanan Yogyakarta hadir di Masjid Gedhe untuk menyebarkan udhik-udhik kepada masyarakat yang terdiri dari beras, bunga, dan uang logam sebagai lambang kemakmuran raja yang dibagikan untuk rakyatnya.

Mengutip pernyataan dari akun Instagram @humasjogja, selanjutnya, Sri Sultan mendengarkan pembacaan riwayat Nabi Muhammad SAW dengan mengenakan simping melati di telinga. Simping melati tersebut merupakan simbol raja mendengarkan keluh kesah rakyatnya.

Baca Juga:Layanan Pesan Antar 14022 Milik KFC Resmi Tutup, Ini Gantinya

Setelah itu, Gamelan Sekati dikembalikan ke Keraton melalui prosesi Kondur Gangsa yang diiringi prajurit Wirabraja, Patangpuluh, Ketanggung, dan Mantrijero. 

Lalu, sebenarnya apa Gamelan Sekati itu? 

Gamelan Sekati adalah gamelan yang dimainkan pada perayaan sekaten untuk merayakan kelahiran Muhammad Nabi SAW. Sekaten biasanya diisi dengan pagelaran budaya, pasar malam, dan pertunjukkan lainnya.

Bagi Keraton Yogyakarta alat musik gamelan merupakan salah satu benda pusaka. Melansir situs resmi Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Gamelan Sekati memiliki nama resmi Kanjeng Kiai Sekati atau Gangsa Sekati.

Tradisi membunyikan gamelan ini sudah ada sejak zaman Kerajaan Demak. Ada sejarah panjang mengenai kemunculan Gamelan Sekati yang masih lestari hingga kini.

Baca Juga:Cegah Penyalahgunaan Data, Gunakan Watermark Pada Scan KTP

Semuanya berawal dari ketika Kerajaan Mataram memiliki Gangsa Sekati yang terdiri dari dua perangkat yakni Kanjeng Kiai Guntur Madu dan Kanjeng Kiai Guntur Sari.

Dua perangkat gamelan tersebut dibuat pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645). Kemudian muncul Perjanjian Giyanti yang mengharuskan gamelan itu dibagi. 

Keraton Yogyakarta mendapatkan Kanjeng Guntur Madu dan Keraton Surakarta memperoleh Kanjeng Kiai Guntur Sari. HIngga pada akhirnya, Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) bertekad untuk mengembalikan Gangsa Sekati pada kelengkapan semula.

Ia membuat duplikat dari Kanjeng Kiai Guntur Sari yang diberi nama Kanjeng Kiai Nagawilaga. Pada saat perayaan Sekaten, dua perangkat gamelan tersebut dibunyikan.

Untuk peletakkan gamelan disesuaikan dengan usianya. Kanjeng Kiai Guntur yang lebih tua diletakkan di Pagongan Kidul aray disebelah kanan Sultan saat duduk di Masjid Gedhe. Sementara Kanjeng Kiai Nagawilaga yang lebih muda diletakkan di Pagongan Lor.

Seminggu sebelum Sekaten, gamelan diperiksa larasnya dan dibersihkan tiga hari sebelum Sekaten. Setelah perayaan selesai, gamelan akan diperiksa dan diperbaiki apabila terkena benturan tidak wajar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *