Dana Kelolaan Bahana Dana Prima Capai Rp93,1 Miliar dalam 4 Bulan

Jakarta: Produk reksa dana milik PT Bahana TCW Investment Management (Bahana TCW), Bahana Dana Prima, menjadi salah satu reksa dana saham dengan kenaikan Nilai Aktiva Bersih (NAB) tertinggi di tengah ketidakpastian ekonomi global.
 
Bahana Dana Prima hingga 7 Oktober 2022 telah mencatatkan kenaikan NAB sebesar 14,94 persen (ytd) menjadi Rp15.157,13/unit penyertaan dan menjadikannya sebagai salah satu reksa dana saham terbaik dibandingkan dengan reksa dana sejenis lainnya.
 
Dalam empat bulan terakhir hingga 10 Oktober 2022, Bahana Dana Prima mencatatkan jumlah dana kelolaan sebesar Rp93,1 miliar atau naik 66 persen sejak 10 Juni 2022 yang berada di level Rp56,39 miliar. Adapun alokasi portofolio produk ini adalah 81 persen di saham dan 19 persen di pasar uang dan likuiditas lainnya.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Direktur Investasi Bahana TCW Doni Firdaus mengatakan pihaknya menerapkan strategi Core-Satellite Investing pada Bahana Dana Prima yang membagi portofolio ke dalam saham-saham big cap untuk mengelola risiko agar setara dengan risiko dan imbal hasil pasar, serta ke saham-saham active satellite yang ditujukan untuk menambah nilai imbal hasil agar mencapai di atas pasar.
 
“Produk ini sangat fokus pada saham-saham yang kami percaya memiliki turnaround story dan fundamental bagus sehingga memiliki bobot yang signifikan pada portofolio,” ujar Doni dalam keterangan tertulisnya, Selasa, 11 Oktober 2022.
 
Lebih lanjut Doni menjelaskan, strategi ini dimulai dengan comprehensive assessment atas sebuah emiten yang akan menjadi underlying dan dilanjutkan dengan analisa turnaround story dan fundamental.
 
“Keseluruhan proses pengembangan produk dan penentuan portofolio investasi ini dilandasi oleh prinsip risk culture yang sangat ketat dan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance). Seluruh proses assessment ini berhasil memilih emiten yang berkinerja baik yang turut mendorong kenaikan imbal hasil dari sebuah produk reksa dana,” tambahnya.
 

 
Menurut dia, strategi komprehensif ini menjadi penting untuk mengelola portofolio investasi khususnya reksa dana saham di tengah ketidakpastian ekonomi global saat ini.
 
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sepanjang minggu pertama Oktober 2022 menunjukkan pelemahan. Hal ini didasari sentimen global dan domestik seperti kekhawatiran investor atas rencana The Fed yang akan kembali menaikkan suku bunga pekan depan.
 
Selain itu, tingkat inflasi bulanan dalam negeri yang mencapai 1,17 persen (mtm) pada September 2022 yang merupakan rekor tertingginya sejak Desember 2014. Kondisi perekonomian yang dinamis ini menuntut manajer investasi melakukan inovasi dalam pengelolaan dan pengembangan produk agar dapat memilih underlying asset reksa dana dengan imbal hasil optimal.
 
“Menghadapi kondisi perekonomian yang masih sangat dinamis, masyarakat perlu memperhatikan diversifikasi investasinya. Hal ini dibutuhkan agar imbal hasil yang ditargetkan dapat tercapai,” paparnya.
 
Selain itu, perlu juga memperhatikan profil risiko dari masing-masing instrumen investasi serta dicocokkan dengan profil investasi masing-masing. “Perlu diingat risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik, risiko berkurangnya nilai investasi, risiko likuiditas, risiko kredit perlu untuk selalu diperhitungkan tidak hanya pada reksa dana namun juga pada instrumen-instrumen investasi lainnya,” tutup Doni.
 

(HUS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *