Kacau, Tragedi Maut Stadion Kanjuruhan Terbesar Kedua di Dunia

Jakarta: Insiden di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, menjadi tragedi maut terbesar kedua dalam sejarah sepak bola dunia. Menurut laman footballgroundguide.com, tragedi sepak bola dengan jumlah korban jiwa terbesar terjadi pada 1964 silam dalam laga Peru vs Argentina di Stadion Nasional (Estadio Nacional), Lima. 
 
Insiden di Peru tersebut menewaskan 326 orang akibat kerusuhan suporter di dalam stadion dan dihalau polisi yang membuat penonton panik berlari di pintu keluar yang ternyata masih tertutup dan membuat banyak orang yang terinjak-injak. Insiden ini tidak jauh berbeda dengan yang terjadi di Malang.
 
Hingga artikel ini diterbitkan pada Minggu 2 Oktober 2022, korban akibat insiden maut di Stadion Kanjuruhan sudah mencapai 130 jiwa dan jumlah tersebut bisa bertambah karena masih banyak suporter yang sedang menjalani perawatan di rumah sakit dengan berbagai level cedera.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Insiden maut di Malang terjadi seusai Arema FC kalah dari Persebaya dengan skor 2-3 pada pekan ke-11 Liga 1 Indonesia 2022–2023, Sabtu 1 Oktober malam WIB. Saat itu, puluhan ribu suporter panik dan berebut keluar stadion setelah pihak keamanan menertibkan pendukung tuan rumah yang melampiaskan kekecewaan dengan berbuat anarkis merangsek ke lapangan. 
 
Selain ratusan korban meninggal dunia, tercatat ada 13 unit kendaraan yang mengalami kerusakan dan 10 di antaranya merupakan kendaraan pihak kepolisian Namun yang disayangkan, salah satu tindakan pengamanannya dengan menembakkan gas air mata. 
 
Tragedi ketiga, terjadi di Stadion Olahraga Accra, Ghana, yang mempertandingkan laga antara Heart of Oak vs Kotoko pada 2001 silam. Pertandingan antara dua klub raksasa Ghana itu awalnya berjalan kondusif ketika Kotoko unggul sementara, namun dua gol di akhir laga membalikkan keadaan dan akhirnya memenangkan Heart of Oak.
 
Fans Kotoko bereaksi buruk dengan melemparkan botol dan kursi ke lapangan yang direspons polisi dengan gas air mata, yang membuat para penggemar Kotoko keluar. Namun, penonton tidak menyadari jika gerbang tidak terbuka sehingga akhirnya berdesak-desakan dan menyebabkan 126 orang meninggal.
 
Tragedi keempat terbesar terjadi di Stadion Hillsborough, Inggris, ketika laga Liverpool vs Nottingham Forest pada 1989 silam yang terjadi karena penonton berdesak-desakan dan menyebabkan setidaknya 96 orang tewas.
 
Kelima, tragedi memilukan yang terjadi di Stadion Dasharath, Nepal, saat pertandingan antara Janakpur Cigarette Factory dan Liberation Army of Bangladesh pada 1988. Pertandingan awalnya berjalan baik, tetapi di tengah laga terjadi badai salju yang menyebabkan para penonton panik karena 75 persen areal stadion masih terbuka.
 
Polisi kemudian menghalau dan justru mengarahkan penonton ke pintu keluar yang masih tertutup dan menyebabkan setidaknya 93 orang tewas karena terhimpit dan terinjak-injak. (ANT)

 

(KAH)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *