Trump Benci Tandatangan Surat untuk Pasukan AS yang Gugur di Afghanistan

Washington: Bertahun-tahun sebelum Donald Trump mendapat kursi kepresidenan pada 2016, ia telah menyuarakan oposisi yang kuat terhadap kehadiran Amerika Serikat (AS) di Afghanistan.
 
Tidak hanya itu, dirinya juga mencerca perang yang dimulai setelah serangan teroris 11 September 2001, dan menggulingkan pemerintah yang dipimpin Taliban. Pada akhirnya, Taliban kembali berkuasa di Afghanistan pada 2021.
 
Pada Agustus 2012, Trump sendiri membuat tweet yang mengatakan bahwa Afghanistan adalah sesuatu yang benar-benar sia-sia. Ia juga  menambahkan bahwa sudah waktunya bagi pasukan Amerika untuk pulang.
 
“Yah, di Afghanistan, maksud saya Irak. Saya pikir Anda harus tinggal di Afghanistan untuk sementara karena fakta bahwa Anda berada tepat di sebelah Pakistan, yang memiliki senjata nuklir. Kita harus melindunginya,” ujar Trump yang mengubah maksud pesannya saat debat GOP (Grand Old Party) presiden pada tahun 2016, seperti yang dikutip dalam laman Yahoo News, pada Jumat, 7 Oktober 2022. 





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Bahkan, hanya beberapa bulan memasuki masa jabatan pertamanya di Gedung Putih, Trump tampak tidak nyaman dengan perang di Afghanistan. 
 
Sebuah buku baru yang ditulis oleh jurnalis New York Times, Maggie Haberman mengatakan bahwa Trump membenci harus menandatangani surat ‘terbunuh dalam tugas’ yang dalam pikirannya mengaitkannya dengan konflik yang dilakukannya.
 
Dalam buku, “Confidence Man”, Haberman menulis bahwa Trump, yang secara umum berfokus pada Korea Utara karena terkait dengan urusan internasional, ingin mengakhiri konflik di Afghanistan. Akan tetapi Trump, tetapi menghadapi perlawanan terkait hal ini.
 
“Dia terpaku pada Korea Utara dan kemampuan nuklirnya, meminta Dewan Keamanan Nasionalnya menyusun menu pilihan, dari yang setara dengan pemusnahan hingga peredaan total, dan serangkaian kemungkinan di antaranya. Satu pilihan tingkat tinggi melibatkan kontak pribadi dengan pemimpin tertutup negara itu, Kim Jong-un, tetapi berbulan-bulan telah berlalu sebelum pilihan itu dapat dilaksanakan,” ujar buku itu.
 
“Trump peduli untuk memenuhi janji kampanye, tetapi para asistennya terkejut bahwa dia tampak bingung dengan jumlah kematian yang terlibat. Seiring waktu, dia menjadi membenci setiap surat ‘Terbunuh dalam Tugas’ yang terpaksa harus dia tandatangani setelah seorang anggota layanan meninggal, tidak ingin mengaitkan namanya dengan perang yang tidak disukainya dan kematian yang tidak perlu,” tambahnya.
 
Menurut proyek ‘Biaya Perang’ yang dilakukan oleh Brown University, perang di Afghanistan telah merenggut 2.324 nyawa tentara Amerika, serta 3.917 kontraktor. Perang itu sendiri terjadi atas arahan empat panglima tertinggi AS, sekretaris pertahanan mereka, dan para perwira yang melapor kepada mereka.
 
Semua presiden dan mereka sendiri sebenarnya memiliki kekuatan untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam perang. Sama seperti Trump, Presiden Joe Biden berjanji untuk mengakhiri konflik dan menerima kemungkinan kemenangan Taliban yang datang begitu cepat sehingga mengejutkan Biden dan penasihat utamanya.
 
Akan tetapi, menurut buku tersebut, hanya Trump yang berusaha menjauhkan diri dari tanggung jawab untuk menghibur keluarga pasukan. Tanggung jawab ini sendiri merupakan  tugas yang menguras emosi yang banyak dihadapi oleh presiden.
 
Dalam sambutannya pada Oktober 2019, Trump menceritakan kesulitan dalam menandatangani surat kepada keluarga prajurit AS yang tewas dalam konflik.
 
“Hal tersulit yang harus saya lakukan adalah menandatangani surat-surat itu. Itu hal tersulit yang harus saya lakukan,” ujarnya pada saat itu. 
 
“Dan setiap surat berbeda. Kami membuat setiap surat berbeda. Dan minggu lalu, saya menandatanganinya untuk Afghanistan, satu di Irak, satu di Suriah, dari dua minggu lalu. Dan kadang-kadang, saya menelepon orang tua. Saya pergi untuk Dover ketika saya bisa, tapi hal itu sangat menghancurkan bagi orang tua itu, Anda tahu,” tambahnya.
 
Sebagai kandidat dan kemudian sebagai presiden, Trump berulang kali terlibat dalam kontroversi yang berpusat pada keluarga tentara yang terbunuh. Namun, janda seorang sersan Angkatan Darat mengatakan bahwa Trump lupa nama mendiang suaminya dalam panggilan belasungkawa yang Trump lakukan.
 
The Atlantic melaporkan pada 2020, bahwa Trump mempertanyakan inti dari pengorbanan seorang Marinir saat berbicara dengan ayahnya di Pemakaman Nasional Arlington. Dia bahkan menyarankan agar dirinya tertular penyakit covid-19 saja dari pertemuan dengan keluarga Gold Star.
 
Pada Februari 2020, pemerintahan Trump bahkan menandatangani kesepakatan damai dengan Taliban di Doha, Qatar. Kesepakatan ini sendiri menetapkan kerangka kerja penarikan AS dari Afghanistan yang akan memicu runtuhnya pemerintahan Afghanistan yang didukung oleh AS.
 
Sementara itu, Biden akan terus menarik pasukan Amerika dari Afghanistan dalam proses yang secara luas dikritik sebagai kekacauan meskipun perang ini tidak populer. Dalam jajak pendapat Insider Agustus 2021, responden bahkan menyalahkan mantan Presiden George W. Bush atas keterlibatan yang berkepanjangan lebih dari pemimpin AS lainnya.
 
Pada bagiannya, Trump sebenarnya telah menegur Biden atas penarikan itu. Meskipun, pemerintahan Trump menegosiasikan penarikan mendadak yang ditunda oleh Biden.
 
Sementara itu, Biden tidak memiliki rencana untuk mengevakuasi orang Amerika dan Afghanistan yang telah bekerja dengan mereka. Masalah ini sendiri pasti akan muncul kembali jika kedua pria itu saling berhadapan dalam pertandingan ulang presiden untuk tahun 2024 yang diantisipasi. (Gabriella Carissa Maharani Prahyta)
 

(FJR)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *